8++ Pakaian Akhlak Jawa – Filosofi Kebudayaan, Gambar & Penjelasan
Pakaian Adat Jawa – Suku Jawa ialah suku dominan di Indonesia. Kebanyakan keturunan etnis ini menetap di Pulau Jawa, namun banyak pula yang menyebar dan tinggal di pulau lain di nusantara.
Karena persebarannya yang begitu luas, tradisi Jawa banyak diadopsi dalam keseharian masyarakat Indonesia, mulai dari kuliner, kebiasaan, hingga baju tradisionalnya.
Pakaian akhlak Jawa kerap digunakan untuk peluang formal maupun kasual. Hal ini alasannya dunia fashion periode kini tidak sungguh-sungguh mempunyai batas-batas yang baku, sehingga para desainer dapat lebih leluasa berinovasi.
Mengenakan sesuatu yang bercorak tradisional telah tidak dianggap ketinggalan jaman lagi. Selain itu, beberapa busana etika Jawa juga dimodifikasi sehingga tampak lebih terbaru.
Batik Jawa
Pakaian adat Jawa tidak mampu dilepaskan dari komponen Batik yang ialah kain khas Jawa. Kata “batik” yakni singkatan dari istilah yang berasal dari kalimat Jawa Babat, adalah “soko sak tithik”. Artinya ialah mengerjakan sesuatu bertahap.
Namun ada pula yang berpendapat bahwa ungkapan batik berasal dari kata “amba” yang bermakna lebar, dan “titik” atau “matik” yang bermakna membuat titik. Jika disatukan, artinya menjadi menciptakan titik pada kain yang lebar.
Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO menyatakan bahwa batik ialah warisan budaya orisinil Indonesia. Tanggal 2 Oktober pun sekarang diperingati sebagai Hari Batik Nasional.
Kira-kira sejak saat itulah penggunaan batik di Indonesia makin masif. Jika sebelumnya batik dianggap antik dan ketinggalan jaman, sejak ketika itu mengenakan batik justru dianggap selaku tren baru. Masyarakat Indonesia semakin sering mengenakan batik, baik untuk acara resmi maupun santai.
Bukan cuma di Jawa, banyak tempat di Indonesia yang memiliki batiknya sendiri. Motif, warna, maupun cirinya berlainan-beda dan masing-masing mempunyai makna tersendiri. Inilah yang membuat budaya Indonesia kian kaya.
Walaupun batik dari Pulau Jawa yakni yang paling dikenal. Ketika menyebut kata batik, pada umumnya orang akan eksklusif berpendapat bahwa batik yang berasal dari Pulau Jawa.
Pakaian Adat Pria Jawa
Ada pakaian yang cuma dikenakan saat acara budbahasa formal, ada juga busana yang mampu dikenakan sehari-hari. Umumnya, busana tradisional laki-laki Jawa berisikan atasan dan bawahan berupa celana atau kain.
1. Surjan
Surjan yakni jenis baju adat Jawa dengan sejarah yang sungguh panjang, yaitu sudah dikenakan sejak jaman Mataram Islam yang dirintis oleh Sunan Kalijaga. Dulunya, Surjan hanya dikenakan oleh kaum bangsawan dan abdi keraton. Bahkan sampai ketika ini, khususnya abdi keraton di Jawa Tengah masih mengenakan Surjan.
Surjan ialah singkatan dari suraksa janma yang bermakna menjadi manusia. Modelnya mirip kemeja dengan kerah tegak dan berlengan panjang. Surjan biasanya yang dibuat dari kain motif lurik khas Jawa, serta ada juga yang terbuat dari materi bermotif bunga.
Baju surjan sering disebut sebagai pakaian taqwa, karena Surjan memiliki makna religius. Surjan dilengkapi dengan 6 kancing di bab kerah yang melambangkan rukun akidah. Sementara 2 kancing di dada kiri dan kanan melambangkan 2 kalimat Syahadat.
Terdapat pula 3 kancing di bab dada akrab perut yang melambangkan nafsu naluriah manusia yang harus dikendalikan. Ketiga kancing yang terakhir ini tidak terlihat dari luar.
2. Jawi Jangkep
Pakaian ini yakni busana budpekerti Jawa Tengah. Pakaian Jawi Jangkep berasal dari Keraton Kasunanan Surakarta. Ada 2 jenis pakaian Jawi Jangkep, ialah Jawi Jangkep dan Jawi Jangkep Padintenan.
Jawi Jangkep cuma mampu dikenakan dikala acara adat formal, contohnya upacara budpekerti. Pakaian ini berbentukatasan berwarna hitam. Sedangkan Jawi Jangkep Padintenan mampu dikenakan dalam keseharian, serta penggunaan warna selain hitam diperbolehkan. Hingga saat ini pakaian Jawi Jingkep masih sering dikenakan.
Kelengkapan Jawi Jangkep antara lain:
- Atasan yang bagian belakangnya lebih pendek untuk kawasan menyelipkan keris.
- Setagen.
- Ikat pinggang yang terdiri dari epek, timang, dan lerep.
- Kain bawahan yang berupa barik.
- Keris, atau biasa disebut sebagai wangkingan.
- Selop, sebagai ganjal kaki.
- Penutup kepala berbentukdestar ataupun blangkon.
3. Beskap
Sebenarnya Beskap yakni bagian dari Jawi Jangkep. Namun kini penggunaannya kerap kali terpisah. Beskap hanya dikenakan pada program resmi, mirip ijab kabul atau upacara budbahasa lainnya. Beskap sudah ada dan dikenakan sejak final periode ke-18 pada periode Kerajaan Mataram.
Beskap memiliki versi kemeja lipat. Biasanya Beskap berwarna polos. Beskap dilengkapi kancing di bagian kanan dan kirinya. Bagian belakang Beskap juga lebih pendek ketimbang bagian depannya, fungsinya sama dengan Jawi Jangkep, yaitu untuk tempat menyelipkan keris.
Ada 4 jenis Beskap, pertama yakni gaya Jogja yang diubahsuaikan dengan pakem Keraton Kasultanan Yogyakarta. Sementara Beskap gaya Solo mempunyai pakem budaya Keraton Kasunanan Surakarta. Ada pula Beskap gaya kulon, dan yang terakhir ialah Beskap landung.
Pakaian Adat Wanita Jawa
Pakaian tradisional wanita Jawa biasanya dipakai untuk program formal, tetapi ada pula yang dipakai untuk aktivitas sehari-hari, serta ada yang bisa dikenakan pada kedua peluang tersebut. Beberapa dari jenis baju akhlak Jawa masih sering dipakai, namun ada pula yang telah jarang terlihat.
1. Kebaya Jawa
Meskipun berasal dari Jawa, namun penggunaan Kebaya kini mampu didapatkan hampir di seluruh pelosok tanah air. Saat ini model Kebaya telah mengalami banyak penyesuaian. Modelnya mampu berupa blus pendek, sedang, maupun tunik. Potongannya mampu pas badan ataupun longgar ibarat baju kurung.
Dalam penggunaan sehari-hari, tidak ada tolok ukur khusus untuk mengenakan Kebaya. Pembuatan Kebaya lebih ditujukan pada selera pemiliknya.
Biasanya Kebaya terbuat dari kain yang teksturnya tipis dan cukup transparan. Kebaya biasa dipadukan dengan bawahan berupa kain batik. Di luar Jawa, Kebaya juga bisa dikenakan dengan kain sarung atau songket.
Banyak mahir yang beropini bahwa Kebaya berasal dari budaya Tionghoa. Teruma di kota Batavia, para perempuan Tionghoa mengenakan Kebaya yang kemudian dinamakan Kebaya Encim yang menjadi salah satu pakaian adab Betawi. Kemudian penggunaan Kebaya meluas dan modelnya pun menjadi beragam.
Namun jauh sebelum para wanita Tionghoa mempopulerkan Kebaya Encim, wanita Eropa di Batavia juga mengenakan busana yang modelnya seperti Kebaya. Pakaian ini ialah gaun Eropa yang bentuknya disederhanakan semoga sesuai dengan iklim Batavia.
Salah satu bukti tertulis yakni dari Rafles menyatakan bahwa penggunanan Kebaya sudah ada pada tahun 1817. Kebaya ini yang dibuat dari bahan brokat, sutra, maupun beludru. Rafles menggambarkan Kebaya selaku pakaian dengan bukaan depan yang disatukan dengan bros di bab dada.
Dulu Kebaya hanya bisa dikenakan oleh kaum ningrat dan orang berada. Hal ini alasannya harga kain yang digunakan untuk Kebaya cukup tinggi bagi kebanyakan pribumi. Namun kini Kebaya mampu dikenakan oleh semua orang, tidak ada batas-batas dalam berinovasi dengan versi dan materi untuk membuat Kebaya.
Wanita Indonesia pun sekarang makin bangga mengenakan Kebaya. Terbukti dengan semakin sering dikenakannya Kebaya, baik dalam acara formal, maupun semi formal.
2. Kemben
Kemben bekerjsama tidak kelihatan ketika dipakai. Karena Kemben dipakai untuk menutupi dada dan berada dibagian dalam. Kemben terbuat dari kain panjang yang digunakan dengan cara dililitkan dari dada hingga ke bawah pinggul. Kemben banyak dikenakan oleh wanita di Jawa Tengah.
3. Dodot
Nama lain Dodot ialah Sinjang. Dodot berupa kain batik panjang, fungsinya untuk menutupi tubuh bab bawah. Penggunaan Dodot masih sering ditemui di Jawa Tengah, khususnya pada program akad nikah budpekerti.
Pakaian Pengantin Jawa
Selain baju tradisional Jawa yang sudah disebutkan sebelumnya, ada pula busana adab Jawa yang biasanya hanya dikenakan oleh pengantin dikala pernikahan, ialah:
1. Kanigaran
Kanigaran adalah dandanan khusus pengantin yang berasal dari keluarga kerajaan Kesultanan Ngayogyakarta, pakaian ini disebut dengan Paes Ageng Kanigaran. Riasan ini boleh digunakan oleh penduduk lazim pada era pemerintahan Sultan HB IX.
Pakaian tradisional ini memiliki makna dan filosofi sangat dalam, sehingga banyak digunakan selaku dandanan pengantin Jawa. Baju budbahasa ini terbuat dari materi beludur berwarna hitam dengan kain dodot atau kampuh pada bab bawahan. Untuk bagian muka, kedua mempelai akan dirias sedemikian rupa sesua tradisi Jawa.
2. Basahan
Sama mirip kanigaran, basahan yaitu riasan yang kerap dipakai oleh pengantin dari Jawa. Dandanan ini berasal dari kebudayaan mataram dan hingga kini masih menjadi opsi saat upacara budbahasa perkawinan.
Perbedaan riasan basahan dan kanigaran terletak pada gaya berpakaiannya. Jika kaingaran mengenakan pakaian luar berbahan beludru diluar kemben, maka pada busana basahan bagian luaran tersebut tidak ada. Semantara itu, untuk riasan tampang hampir serupa dengan Paes Ageng Kanigaran.
Comments
Post a Comment